https://jurnal.sttsundermann.ac.id/index.php/sundermann/issue/feedSUNDERMANN: Jurnal Ilmiah Teologi, Pendidikan, Sains, Humaniora dan Kebudayaan2024-03-26T08:46:41+07:00Eirene Kardiani Gulojurnal@sttsundermann.ac.idOpen Journal Systemshttps://jurnal.sttsundermann.ac.id/index.php/sundermann/article/view/144Tuhan Menyelamatkan Umat-Nya di Laut Teberau: Hermeneutika Historis Kritis Keluaran 14:26-312024-03-26T08:46:41+07:00Magel Haens Sianiparsianiparmagel@gmail.com<p>Keluaran 14:26-31 merupakan rangkaian tulisan yang ditampilkan oleh para penulis Kitab Keluaran yang berbeda seperti oleh mazhab P, dtr, eksodus redaktor dan diredaksi akhir oleh Pentateukh redaktor. Teks ini memuat rangkaian narasi yang indah dengan memiliki penekanan tertentu di setiap ayat. Dalam teks ini ditampilkan bagaimana pada akhirnya bangsa Israel melihat perbuatan Tuhan yang menyelamatkan Israel sehingga mereka diajak mempercayai dan mengimaninya. Tuhan dalam membebaskan dan menyelamatkan umat-Nya dalam peristiwa penyeberangan Laut Teberau membuat mereka menjadi bebas seutuhnya baik itu secara fisik, psikologis dan juga secara spiritual. Penyelamatan yang dilakukan oleh Tuhan tersebut dikukuhkan dengan pernyataan iman mereka (ay.31) yang mengakui keberadaan Tuhan, juga Musa, serta membawa mereka menjadi umat Tuhan. Penyelamatan di laut Teberau juga menjadi pengantar ke dalam relasi Israel dengan Tuhan, dan itu membawa mereka ke dalam keterikatan dalam persekutuan kepada Tuhan, disamping mereka adalah keturunan Abraham dan ketika pembaharuan perjanjian di Sinai. Penelitian ini hendak menjelaskan bagaimana Tuhan dalam menyelamatkan umat-Nya di Laut Teberau dan kemudian di relevansikan dalam kehidupan umat percaya pada masa kini. Penelitian ini dikembangkan dengan metode historis kritis, pertama-tama penulis menjelaskan latarbelakang dari teks dan konteks yang mempengaruhi teks serta penulisan teks, kemudian penulis akan merajut hermeneutika melalui tahapan dalam metode historis kritis untuk mengangkat makna dari teks, dan selanjutnya merelevansikannya.</p>Copyright (c) https://jurnal.sttsundermann.ac.id/index.php/sundermann/article/view/143Dari Alkitab ke alki(tab)? Analisis Sosiologis terhadap Perilaku Umat Nasrani mengenai Fenomena Penggunaan Kitab2024-03-07T20:32:26+07:00Otniel Aurelius Noleniellarta09@gmail.com<p>Perbedaan itu riil, sebagaimana zaman dahulu menandakan kehidupan yang tradisional, sedangkan sekarang menandakan kehidupan yang modern. Itu menandakan bahwa terjadi perubahan sosial berdasarkan pengaruh modernisasi sebagai proses transformasi kondisi dunia dan manusia menuju era yang lebih beradab. Bukti modernisasi adalah kehadiran teknologi yang memenuhi kebutuhan manusia. Hal semacam itu pun nyata dalam kehidupan penganut agama. Walaupun demikian, perilaku umat Nasrani dalam konteks Indonesia, tetap mempertahankan tradisi sehingga memiliki fenomena menggunakan kitab dengan dua jenis, yaitu Alkitab dan/atau alki(tab). Adapun tujuan penelitian ini adalah menjawab bagaimana perilaku umat Nasrani mengenai fenomena penggunaan kitab yang dianalisis secara sosiologis berdasarkan kacamata sosiologi agama. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan reviu literatur dan pengumpulan data juga lewat observasi di Palu (Sulawesi Tengah), Salatiga (Jawa Tengah), Denpasar (Bali), Dalung (Bali), dan Malimbong (Sulawesi Barat). Peneliti menemukan bahwa modernisasi memengaruhi perubahan sosial yang membuat manusia mengenal dan mengakrabkan diri dengan teknologi. Hal itu telah tampak dalam siklus kehidupan tertentu yang mencerminkan keadaan dalam menggunakan alki(tab), selain Alkitab. Orang tertarik menggunakan alki(tab) sebagai kitab digital karena medianya yang persuasif. Walaupun kitab digital memberikan keuntungan yang lebih, ternyata ada tantangan yang urgen sehingga tetap waspada. Maka, penelitian ini menganjurkan solusi ilmiah mengenai perilaku umat Nasrani agar tetap menggunakan Alkitab sebagai keperluan utama daripada alki(tab) di dalam perangkat elektronik.</p>Copyright (c) https://jurnal.sttsundermann.ac.id/index.php/sundermann/article/view/142Mensiasati Peranan Publik Gereja dalam Masyarakat Sipil: Kajian terhadap Isu Minyak Goreng di Indonesia2024-02-12T20:10:37+07:00Joshua Frans Kumowaljoshua.kumowal@gmail.com<form></form><form></form><form></form><form></form><form></form><form></form><form></form><form></form><form></form><form></form><form></form> <p>Penelitian ini bertujuan menginvestigasi isu sosial yang disebabkan oleh kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di Indonesia. Artikel ini memanfaatkan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan kepustakaan dan wawancara. Hasil penelitian, fenomena kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng tidak seharusnya terjadi dengan mempertimbangkan jumlah angka produksi yang masih jauh lebih tinggi daripada konsumsi pada saat itu. Campur tangan pihak-pihak yang berkepentingan, serta sikap pemerintah yang tidak tegas, turut melanggengkan permasalahan tersebut. Lebih lanjut, ditemukan juga bahwa akar rumput, seperti penjual angkringan, menjadi kelompok masyarakat yang paling terdampak. Pembahasan dalam artikel ini didasarkan pada langkah-langkah analisis “praksis sosial” dari J. B. Banawiratma dan J. Muller. Kesimpulannya, keberpihakan gereja kepada kelompok kecil perlu direalisasikan dengan pemanfaatan ruang publik. Gereja dapat menjadi agen masyarakat sipil untuk untuk menyuarakan solusi dan ketidakadilan dari permasalahan yang dihadapi masyarakat. Akhirnya, permasalahan ini membutuhkan peran dari pemerintah, masyarakat, dan kelompok keagamaan seperti Gereja, untuk memberikan kontribusi yang positif serta aksi yang solutif.</p>Copyright (c) https://jurnal.sttsundermann.ac.id/index.php/sundermann/article/view/141Esensi Bunga Altar dalam Liturgi Ibadah Minggu2024-01-26T16:02:28+07:00Wando Sampetua Pasaribuwandopsrb@gmail.com<p>Altar flowers play an important role in various religious traditions, including in the context of the worship liturgy of Lutheran churches today. This paper explores the significance of altar flowers in the liturgical context of the Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) church, focusing on their symbolic meaning, aesthetic aspects, and the psychological impact they bring to worship. In worship, altar flowers are visual elements rich in meaning and often used to represent symbols such as the beauty of fertility, new life, or sacrifice, which contribute to the spiritual experience of the congregation. But behind it all, the author has a question from several sources that must be answered by the author regarding how important altar flowers are in the liturgical celebration of worship and what about the flowers that must be given in the altar whether live flowers or otherwise. That way the author will investigate further about the essence and true meaning of altar flowers in the Sunday worship liturgy at the HKBP Tambun Sari Ressort Bongbongan Church. The author then uses the literature method by examining church theological documents and analyzing interview data with congregations at HKBP Tambun Sari Ressort Bongbongan. The results show that regardless of the type of flower chosen, it is important to understand that the essence of using altar flowers is to express deep symbolic and spiritual meaning, in the context of worship.</p>Copyright (c) https://jurnal.sttsundermann.ac.id/index.php/sundermann/article/view/140Zona Nyaman Memicu kemelesetan: Refleksi Serangan Kuasa Gelap Terhadap Rasul Petrus (Mat. 16:21-23)2024-01-16T10:48:13+07:00Donny Ardo Eka Dharma Putra Waluidonnyardo@sttekumene.ac.id<p><span style="font-weight: 400;">Seperti Rasul Petrus yang tanpa disadari dirasuki oleh Iblis lewat pikiran yang tidak mau Tuhan Yesus menderita, padahalnya Tuhan Yesus harus menjalani penderitaan untuk melakukan kehendak Bapa yaitu menebus dosa manusia. Demikian juga tanpa disadari orang Kristen sedang berada di titik zona nyaman, dimana hidup untuk kenyamanan dunia, ingin berkat-berkat saja, hidup lancar tanpa masalah, bahagia dalam keluarga tanpa memperkarakan apa kehendak Tuhan dalam hidup. Manusia memiliki natur dosa yang menghambat manusia dengan Allah. Tuhan menghendaki orang Kristen hidup seperti Tuhan Yesus yaitu mematikan berbagai keinginan dunia. Dan Selain itu, orang Kristen juga dikehendaki untuk menjadi terang bagi dunia, memberitakan injil Tuhan Yesus lewat pengajaran dan perbuatan. Tetapi Iblis begitu licik, mendesain situasi bagaimana manusia terlena dalam kenikmatan dunia sehingga melupakan Tuhan dan kehendaknya. Tujuan dalam penelitian ini adalah bagaimana orang Kristen Menyadari iblis merasuki pikiran manusia untuk menghambat pertumbuhan dalam kebenaran Allah, membuat orang Kristen terlena oleh berbagai kesenangan sementara yang membuat orang Kristen tidak kunjung seperti Tuhan Yesus yang hidup berjuang untuk melawan tipu daya Iblis. Lalu apa strategi yang dilakukan untuk keluar dari zona nyaman dosa tersebut. Melalui metode analisis kepustakaan dengan pendekatan deskriptif kualitatif ditemukan strategi untuk keluar dari zona nyaman dosa adalah pertama, hidup intim dengan Tuhan lewat doa pribadi setiap hari, agar memiliki hati yang terikat dengan Tuhan, mencintai Tuhan lebih dari mencintai dunia. Kedua, membaca dan merenungkan firman Tuhan agar mengerti kehendak Tuhan. Ketiga, memiliki komitmen untuk berjuang melawan kesenangan dan kenikmatan dosa yang ada dalam diri.</span></p>Copyright (c) https://jurnal.sttsundermann.ac.id/index.php/sundermann/article/view/139Konsep Kesetaraan Gender dalam Ritual Pa’bannetauan Perkawinan2024-01-09T09:45:28+07:00Alfian Mela Maranalfianmelamaran@gmail.com<p>The Pa'bannetauan ritual is one of the marriage rituals found in the Mamasa Regency, West Sulawesi. Pa'bannetauan is a ritual related to procreation consisting of marriage and birth. The Pa'bannetauan ritual shows that the roles of men and women are important in carrying out a series of marriage rituals. Men and women have the same rights to participate and at the same time have the same obligations when there is a violation in carrying out the marriage agreement. Given this situation, the concept of gender equality contained in the Pa'bannetauan ritual is considered very important to research to provide a good understanding of the kinship system used in each culture and the influence of this system in social life and traditional rituals. The aim of this study is to find out the kinship system used in Mamasa culture, specifically in the Pa'bannetauan ritual. This study uses a purposive review method with a narrative process. Purposive Review is a method carried out with a specific purpose that allows the reviewer to determine relevant sources. The findings of this study find the concept of gender equality in every part of the Pa'bannetauan ritual. This can be seen from the special roles of men and women in the rituals therein. The benefit of this study is that it can provide an understanding of the psychological impacts related to the implementation of gender equality in an indigenous community and provide an overview of Mamasa, its culture specifically related to the Pa'bannetauan ritual.</p>Copyright (c) https://jurnal.sttsundermann.ac.id/index.php/sundermann/article/view/138ONLINE SOCIAL SUPPORT TERHADAP PENYINTAS COVID-19 DARI PERSPEKTIF PENDAMPINGAN MASYARAKAT DI KAROMBASAN SELATAN, MANADO-SULAWESI UTARA 2024-01-08T14:08:35+07:00Julio Eleazer Nendissajulionendissa35@gmail.com<p>Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis online social support bagi penyintas Covid-19 dari perspektif pendampingan masyarakat di Karombasan Selatan, Manado, Sulawesi Utara. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini yaitu metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan pengumpulan data yaitu wawancara. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa para penyintas Covid-19 di Karombasan Selatan mendapatkan perlakuan tidak baik dari masyarakat seperti dicaci maki, diusir dari rumah, diancam membakar rumah, diasingkan dari pergaulan. Online social support bersifat informasi, emosional, instrumental, penghargaan, jaringan sosial hadir untuk memberikan pendampingan masyarakat seperti gotong royong, tolong-menolong, menopang, mengasihi dan menyayangi, mendengarkan sehingga para penyintas Covid-19 di Karombasan Selatan telah merasakan kenyamanan, diperhatikan, dihormati, disayangi, dicintai, dihargai, dan terobati. Pada akhirnya, online social support dan pendampingan masyarakat bagi para penyintas Covid-19 di Karombasan Selatan berpengaruh positif karena mereka dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan baik dan kembali lebih kuat tanpa memikirkan lagi pengalaman buruk atau perlakuan tidak pantas.</p>Copyright (c) https://jurnal.sttsundermann.ac.id/index.php/sundermann/article/view/137MISI PAULUS2023-12-24T17:18:03+07:00Desrin Desrindesrinkrisna2000@gmail.com<p>Perbedaan yang ada di Indonesia, salah satunya perbedaan agama bisa tercipta rasa toleransi karena adanya penerapan moderasi beragama. Tetapi hal ini juga menjadi tantangan bagi gereja dalam mengomunikasikan dan menjalankan pekerjaan Injil di Indonesia. Meskipun demikian, tidak membuat gereja berhenti akan pekerjaan misi tersebut. Gereja tidak menutup diri dalam melakukan pertumbuhan. Sehingga dalam artikel ini mendeskripsikan pola pekerjaan misi yang dilakukan oleh Paulus dan dikaitkan dengan isu penginjilan yang dilakukan di Indonesia dengan diterapkannya moderasi beragama. Dalam hal ini berikan bagaimana konsep yang baik untuk bisa melakukan pekerjaan misi dalam lingkup moderasi beragama. Sehingga pekerjaan misi dilakukan dengan dengan berani mengakui identitas sebagai pengikut Kristus tetapi sopan dan saling menghargai dalam perbedaan. </p>Copyright (c) https://jurnal.sttsundermann.ac.id/index.php/sundermann/article/view/136M Misi Paulus 2023-12-16T21:23:21+07:00Noviana Yusufnoviananelyyusuf@gmail.com<p>Paulus merupakan seorang misionaris Kristen. Sejarah juga mencatat dan membuktikan<br>bahwa rasul Paulusmemiliki peran penting dalam perkembanganmisi.1 Dalammenjalankan tugas<br>misinya, Paulus diperhadapkan dengan berbagai kondisi dan tantangan yang mungkin saja akan<br>menghambat proses penginjilan. Tetapi tidak demikian pada Paulus. Rasul Paulus justru semakin<br>teguh untuk menyebarkan Injil ketika ia berada dalam penjara di Filipi. Prinsipnya yang percaya<br>bahwa Injil akan terus diberitakan oleh jemaat Kristen meskipun dirinya berada di dalam tahanan<br>orang-orang yang tidak mengenal Injil itu.</p>Copyright (c) https://jurnal.sttsundermann.ac.id/index.php/sundermann/article/view/135Erik bondang “PANDANGAN GEREJA TUHAN DI INDONESIA (GTDI) JEMAAT RANTEBALLA TENTANG LGBT”2023-12-16T07:51:56+07:00Erik Bondang Bondangerikbondang795@gmail.com<p><em>This paper explores the perspective of the Church of God in Indonesia (GTDI) congregation in Ranteballa towards the Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender (LGBT) community. Within a religious context, the paper examines the theological foundations, social values, and cultural aspects that shape the Church of God's stance on LGBT issues. Key points encompass the history of the Church of God in Indonesia, theological understanding related to LGBT, as well as its position within Indonesian culture and society. Additionally, the paper presents specific viewpoints found within the Ranteballa congregation regarding the LGBT community, alongside the social and psychological impacts of these perspectives on individuals within the church community. Furthermore, it discusses how these viewpoints influence the relationship between the Church of God and the LGBT community, as well as the efforts made by the Church of God to foster understanding and openness toward LGBT issues. Research methods employed include analysis of religious texts, interviews with church members, and investigation into the initiatives undertaken by the Church of God in Indonesia to embrace sexual diversity. The findings reflect the complexity of the Church of God's perspective in Indonesia, characterized by a robust theological framework alongside endeavors towards a more inclusive understanding of the LGBT community. This paper offers significant considerations within the context of inter-faith dialogue and efforts to comprehend the cultural and religious diversities present in Indonesian society.</em></p>Copyright (c)